Ketika mengingat “ibu”, hanya ada rasa sempurna saja di hatiku. Tiada kata-kata yang bisa mewakili sosok “ibu”. Ia adalah roh di setiap aktivitasku, awal dan akhir dari mimpi-mimpiku.
Selamat hari ibu, ma…. Terima kasih, mama 🙂
Tahun ini aku ucapkan hanya lewat sms saja. Hatiku belum 100% untuk mengucapkan kata-kata tersebut di telepon karena kupikir agak lebay jika harus diungkapkan secara lisan. Mamaku langsung menelepon balik. Sepertinya ia habis menangis karena terharu. Ia mengatakan padaku bahwa Ia memang sungguh terharu dengan kata-kataku dan bertanya, “Dapat dari mana kata-katanya, May?”. Kujawab, “Aihhh kata-kataku sendiri itu. Bukankah aku memang pintar berkata-kata manis?”. Mamaku bilang, “Iya, kata-kata memang bisa membuat orang senang :)”.
To send a letter is a good way to go somewhere without moving anything but your heart. (Phyllis Theroux)
Aku bukanlah anak yang baik, tapi engkau adalah ibu sempurna untukku.
Aku berdoa agar kita memiliki banyak waktu ketika aku bisa memenuhi semua kebutuhanmu.
Ketika bicara soal mimpi, mimpiku adalah hidup tanpa uang. Tapi itu tidak mungkin bukan? Hal itu hanya mungkin untukku saja, ibu. Aku tak bisa hidup hanya berdasarkan apa yang benar bagiku saja. Aku harus memikirkanmu…..
Tadi aku membeli dua kartu pos. Satu untukmu dan satu lagi untuk saudara kandungku yang lahir dari rahimmu juga, bu. Kartu pos itu akan kuisi dengan….. aku tak tau apa yang akan kutuliskan. Ketika pena bertemu kertas, aku baru akan mengetahuinya. Biasanya juga seperti itu, ibu. Tindakan secara spontan – itu yang selalu kusuka. Kubilang, “Itulah seninya hidup”.
___________ibu, aku publish tulisan ini sekarang, ketika aku sedang berbicara denganmu di telepon 🙂